[#38] [Story] Chronicle of Roldia 6 : Sambutan Penuh Kasih

Kami berjalan menembus orang-orang yang berlalu lalang. Orang-orang berlalu lalang tanpa mengenaliku. Namun sesekali beberapa di antara mereka berhenti dan member salam pada Abdul dan Kakak.

Baru kutahu kalau Kakak adalah panglima kanan dan Abdul adalah panglima kiri. Aku baru tahu karena orang-orang memanggil mereka demikian.

Akhirnya kami sampai di depan pintu gerbang istana besar yang terbuat dari tanah liat.

Pintu gerbang di depan kami terbuka perlahan. Terlihat di sana sosok seorang pria tua berperut buncit. Pria yang semula hanya berdiri menatapku dalam. Dia menyipitkan matanya. Raut wajahnya berubah. Riang.

Baca lebih lanjut

[#37] [Story] Semua Suami Pasti

Sering sekali aku dipanggil Susis. Padahal aku hanya mengikuti tugasku sebagai suami. Anter-anter, cari nafkah dan… nurut sama maunya Istri.

Soal Susis, aku pernah mendengar sebuah joke jadul.

Di akhirat, malaikat menyediakan dua pintu menujuSurgakhusus untuk para lelaki. Pintu pertama untuk suami yang takut istri. Pintu kedua untuk suami yangberanimelawan istri.

Pintu Pertama, antriannya begitu panjang. Begitu banyak lelaki yang takut pada istrinya.

Baca lebih lanjut

[#33] [Story] Chronicle of Roldia 5 : Istana Lain di Bawah Asilon

Kami bertiga menyusuri sebuah lorong sempit dan gelap. Kaki kami melangkah di atas genangan air buangan yang bau menyengat.

Perjalanan kami cukup panjang dan lama. Bau limbah buangan industry menusuk hidungku hingga muncul rasa mual di perut.

“Nina…”, aku menoleh pada Abdul.

“Kau beruntung.”, dahiku terangkat heran.

“Kau beruntung karena tidak melihat kebejatan para Dark Elves setelah hari pembantaian.”, hatiku protes, aku sering mimpi buruk sejak kejadian itu.

Baca lebih lanjut

[#32] [Story] Chronicle of Roldia 4 : Jus Molen di Kedai Minum

Di sebuah kedai minum beberapa kilometer dari Kota Industri  Asilon kami beristirahat. Kami menunggu seseorang. Menurut kakak dia adalah orang yang kukenal.

“Tak lama lagi, dia datang.”, ujar kakakku.

Berbeda denganku yang selama sepuluh tahun ini selalu berdiam diri di hutan. Kakakku beberapa kali turun gunung untuk menyiapkan langkah pertama kami saat aku siap. Kakak selama sepuluh tahun ini menyiapkan sebuah gerakan pemberontakan.

Baca lebih lanjut

[#31] [Story] Chronicle of Roldia 3: Kota di Kaki Gunung

Butuh sehari semalam untuk menapaki jalan di gunung Bahoo. Lelah di kakiku serasa terobati saat kusampai ke kaki-kaki gunung yang landai. Di sini kakak membuka suara.

“Sepuluh tahun mengasingkan diri…”, aku diam.

“Demi kemerdekaan yang kita cari.”, aku mengangguk.

“Aku merasa kita sudah siap, namun ini hanya perasaanku.”, Kakak pesimis.

“Dunia sebenarnya ada di depan sana. Disanalah kita akan tahu apakah kita siap atau tidak.”, Kakak menunjuk sebuah kota besar yang terhampar di kaki gunung Bahoo.

Baca lebih lanjut