[#5] [Islam] Membangun Masjid di Negara Yahudi

Teguran Sang Bos

Pernahkan anda beribadah ringan seperti Sholat Duha atau Mengaji di Kantor anda?

Aku pernah melakukannya, dan aku ditegur karenanya. Waktu itu pagi hari ba’da sholat Duha. Aku mengaji surat 4 besar (Yasin, Waqi’ah, Ar-Rahman dan juga Mulk) hanya untuk mengisi waktu luangku. Kebetulan saat itu aku sedang tidak ada pekerjaan. Lalu saat aku membaca surat Al-Mulk, Bosku datang dan menegur dengan tensi cukup tinggi,

“Suf, kamu ada kerjaan?”,

“Belum pak.”, aku nyengir kaku.

“Suf, carilah kerjaan sendiri! Di sini kantor, bukan masjid!”, sentaknya kemudian.

Entah setan apa yang menghinggapinya, namun kalimat ini benar-benar menggangguku. Bagaimana mungkin seorang pemimpin DPC salah satu partai dengan identitas keislaman yang begitu kental mampu mengatakan hal itu. Apakah dia tidak paham kalau mengaji adalah salah satu Ibadah yang dapat membuka rizki lebih besar.

Tahukah dia, kalau beribadah dapat dilakukan dimanapun?

Dan sadarkah dia, bahwa tidak adanya pekerjaan adalah tanggung jawabnya sebagai pemegang produksi. Tanggung jawabku hanyalah mengerjakan pekerjaan yang dia berikan secepat mungkin, sebagus mungkin. Dan aku sudah melakukannya. Pekerjaanku selalu selesai sebelum deadline yang diberikan habis. Malahan, desain dengan deadline satu hari dapat aku selesaikan dalam waktu 10 menit saja.

Sebuah Trik Bodoh

Keesokan harinya, Supervisiku memberitahukan sebuah trik bodoh untuk membodohi sang Bos besar yang notabene adalah sosok yang sangat pintar. Yaitu, tetap membuka halaman desain terakhir yang kita buat dan mengatakan kalau desain itu masih dalam proses penyempurnaan walaupun sudah diselesaikan.

Yang perlu kulakukan hanyalah mengklik color di color pallete lalu menekan control+Z. Ulangi terus kegiatan ini setiap kali Bos besar mengontrol.

Dan WOW! Trik ini benar-benar sukses. Sebuah pertanyaan terbesit di kepalaku, “Kok bisa-bisanya ada atasan yang lebih suka pegawainya bohong daripada jujur apa adanya?”.

Curhat

Lalu masih dengan emosi tinggi karena berpendapat kalau apa yang kulakukan itu benar dan apa yang dipikirkan oleh Bosku itu salah, Aku curhat ke salah satu sahabatku. Rido.

Setelah berbusa, berbuih dan membasahi wajah Rido dengan semua kisahku, Rido hanya tersenyum dan berkata satu kalimat pendek.

“Kamu yang salah.”, Aku bengong sambil mencari tahu apa yang salah dariku?

“Dulu Dek Sari (adiknya Rido) pernah ditegur seniornya karena menuliskan laporan dengan angka-angka yang tepat dan jujur. Senior Dek Sari yang saya tidak tahu namanya, mengatakan dengan lantang, ‘Perusahaan ini bukan tempat untuk berperilaku jujur, kalau pengen jadi orang baik, orang jujur, bukan di sini tempatnya.’ Parah kan?”, tutup Rido sejenak. Aku mengangguk tidak percaya dengan yang apa yang kudengar.

“Dan menurutku Dek Sari juga salah.”, tambah Rido kemudian.

“Kalian bekerja dan kalian di bayar. Apakah kalian tahu kalau tempat kalian bekerja itu tempat yang seperti apa? Apakah kalian tahu batasan kalian di tempat itu? Bagaimanapun tempat kerjamu, kalian harus tetap mengikuti semua aturan mereka. Toh kalian sudah sama dengan budak-budak belian yang dibelenggu namun tetap diberi makan.”, Rido berkata tenang namun mematikan.

“Beribadah di kantor kalian sama dengan membangun Masjid di Negara Yahudi, dan itu mustahil! Satu-satunya cara agar kalian dapat membebaskan kalian adalah meninggalkan negara itu dan mencari negara yang memperbolehkan kalian menegakkan idealisme islami kalian. Atau… Dirikanlah negara sendiri dimana kalian menjadi pemimpinnya.”, Aku mengangguk setuju. Dan semua yang dikatakan Rido menyadarkanku. Aku memang salah.

Bentrokan Idealisme

Ada banyak orang dengan idealisme yang berdiri masing-masing. Ada yang menganggap Ikhtiar itu, Do’a dan Ibadah baru Bekerja (Seperti Aku, bagiku bekerja hingga kantung mata menghitam bukanlah Ikhtiar namun merupakan kewajiban). Ada juga yang berpendapat kalau Ikhtiar itu adalah Bekerja, baru Berdoa dan Beribadah (orang-orang seperti Bosku menganggap kalau Doa hanya sebagai Nitro untuk mempercepat hasil dari Bekerja keras).

Yah… setidaknya aku dan Bosku mempunyai kesamaan berupa kerasnya kami bekerja. Karena kulihat kantung matanya sama tebalnya denganku.

Aku berjanji tidak akan melaksanakan Ibadah selain yang wajib di Kantorku, seandainya aku memang tidak diizinkan untuk itu. Namun aku akan berusaha membayarnya di rumah walaupun itu akan memakan waktu istirahatku.

Lalu kusimpulkan saja begini :

Bosku dan Idealismenya tidaklah salah, yang salah adalah AKU!

8 thoughts on “[#5] [Islam] Membangun Masjid di Negara Yahudi

Tinggalkan komentar